Sejarah Pengadilan
Asal Muasal Nama Boyolali
Asal mula nama BOYOLALI adalah menurut cerita serat Babad Pengging Serat Mataram, nama Boyolali tak disebutkan. Demikian juga pada masa Kerajaan Demak Bintoro maupun Kerajaan Pengging, nama Boyolali belum dikenal. Dalam Menurut legenda nama BOYOLALI berhubungan dengan ceritera Ki Ageng Pandan Arang (Bupati Semarang pada abad XVI). Alkisah, Ki Ageng Pandan Arang diutus untuk menuju ke Gunung Jabalakat di Tembayat (Klaten) untuk syiar agama Islam. Dalam perjalananannya dari Semarang menuju Tembayat Ki Ageng banyak menemui rintangan dan batu sandungan sebagai ujian. Ki Ageng berjalan cukup jauh meninggalkan anak dan istri ketika perjalanan diteruskan hingga sampailah disuatu tempat yang banyak pohon bambu kuning atau bambu Ampel dan tempat inilah sekarang dikenal dengan nama Ampel yang merupakan salah satu kecamatan di Boyolali. Dalam menempuh perjalanan yang jauh ini, Ki Ageng Pandan Arang semakin meninggalkan anak dan istri, Ny. Ki Ageng tertinggal jauh dibelakang berucap : ”BAYA WIS LALI (Kyaiteko ninggal aku” (R. Soewignyo, 1938:12,20). Sambil menunggu mereka Ki Ageng beristirahat di sebuah Batu Besar yang berada di tengah sungai. Dalam istirahatnya Ki Ageng Berucap “ BAYA WIS LALI WONG IKI” yang dalam bahasa Indonesia artinya “Sudah lupakah orang ini”. Dari kata Baya Wis Lali/ maka jadilah nama BOYOLALI, berdasarkan ceritera Ki Ageng Pandan Arang dalam Babad Tanah Jawi nama Boyolali berasal dari kata ”boya lali” atau ”baya lali”.
Terbentuknya Kabupaten Boyolali
Keputusan tanggal 5 Juni 1847 Staatsblaad Tahun 1847 Nomor 30 dan Serat Perjanjian Dalem Natha), walaupun keputusan tersebut sebagian besar Tentang Sistim Peradilan, akan tetapi pada Bab 13 keputusan tersebut memuat prosedur pembentukan daerah (Kabupaten Gunung Desa), kemudian dibentuklah daerah-daerah Kabupaten di seluruh wilayah Negara Agung Kasunanan Surakarta, secara yuridis pembentukan Kabupaten Gunung Desa, termasuk didalamnya pembentukan Kabupaten Gunung Desa Boyolali yaitu tanggal 5 Juni 1847.
Untuk memenuhi persyaratan sebagai daerah kabupaten yaitu Boyolali telah memiliki Kepala Daerah, Pembantu-pembantu Kepala Daerah, daerah atau wilayah kekuasaan dan rakyat yang berada di bawah kekuasaannya dan pada hari Sabtu Wage tanggal 21 Jumadil Akhir, Dhal, Dhukut, Sadha, tahun 1775 bertepatan tanggal 5 Juni 1847 terbentuknya Kabupaten Gunung di Boyolali kemudian berubah namanya menjadi Kabupaten Pulis Boyolali dibawah memerintahan Bupati RT. Suto Nogoro, dan berdasarkan buku sejarah hari jadi Kabupaten Boyolali yang diluncurkan pada tanggal 5 Juni 2009 tercatat pada bulan Juni 2009 adalah hari jadi Kabupaten Boyolali ke 162 atau hari lahir Kabupaten Boyolali adalan tanggal t5 Juni 1847.
Sejarah Pengadilan Agama
Pengadilan Agama Boyolali dibentuk berdasarkan Staatsblad 1882 Nomor 152 tentang Pembentukan Pengadilan Agama di Jawa dan Madura tanggal 19 Januari dengan nama Raad Agama / Penghulu Landraad.
Masa sebelum Penjajahan Belanda
Masa sebelum penjajahan, Kabupaten Boyolali berada di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram. Dalam sejarah Kerajaan Mataram terdapat beberapa jabatan keagamaan di tingkat desa diantaranya Kaum, Amil, Modin, Kayim dan Lebai. Kemudian di tingkat kecamatan ada Penghulu dan Naib. Sementara di tingkat kabupaten seorang bupati didampingi oleh patih untuk urusan bidang pemerintahan umum dan seorang penghulu di bidang agama. Pada pusat Kerajaan Matarm, dilingkungan kerajaan terdapat dijumpai Kanjeng Penghulu atau Penghulu Ageng yang berfungsi sebagai Hakim pada Mejelis Pengadilan Agama saat itu. Konsep dari sebuah "pengadilan" agama saat itu juga masih sederhana sekali, sebuah majelis hanya terdiri dari Penghulu yang bertugas mengadili suatu perkara perdata, yang terdiri dari Penghulu Kanjeng dan Penghulu Kabupaten.
Dengan demikian pada saat itu pola masyarakat Kerajaan Mataram telah ada Majelis Agama yang bertugas menyelesaikan sengketa antar umat islam di bidang tertentu dan peranan Hakim dipegang oleh seorang Penghulu, baik Penghulu Kabupeten (untuk tingkat Kabupaten) dan Penghulu Kanjeng (untuk tingkat Kerajaan).
Masa Penjajahan Belanda
Pada tanggal 19 Januari 1882 Raja Belanda Willem III dengan ketetapan Nomor 24 menetapkan suatu peraturan tentang Pengadilan Agama dengan nama ”Priesteraden” untuk Jawa dan Madura di muat dalam Staatsblad 1882 Nomor 152, diatara pasal adalah : Pasal 1 : ”Disamping setiap Landraad di Jawa dan Madura diadakan satu Pengadilan Agama, yang wilayah hukumnya sama dengan wilayah hukum Landraad, Pasal 2 menyebutkan : Pengadilan Agama tersusun atas :
Penghulu diperbantukan kepada Landraad sebagai ketua.
Sekurang-kurangnya tiga dan sebanyak-banyaknya delapan ”pristers” sebagai anggota.
Berdasarkan Staatsblad 1882 Nomor 152 Tentang Pembentukan Pengadilan Agama di Jawa dan Madura yang dinyatakan mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 1882, maka secara resmi Pengadilan Agama diakui sebagai Peradilan yang sah di wilayah jajahan Belanda. Saat itu pimpinan Pengadilan Agama dijabat oleh seorang ketua yang merangkap pejabat Adviseur Bij De Landraad atau yang dikenal dengan Penghulu Landraad.
Kemudian berdasarkan Staatsblad 1937 Nomor 116 tentang Kekuasaan dan Kewenangan Pengadilan Agama membahas tentang hal-hal diantaranya: masalah yg bisa diselesaikan melalui Pengadilan Agama adalah masalah-masalah kewarisan dan kebendaan yang berkaitan dengan perkawinan, dengan dasar tersebut Kompetensi Pengadilan Agama meliputi :
1. Persilisihan antara suami isteri yang beragama Islam.
2. Perkara-perkara tentang nikah, talak, rujuk dan perceraian antara orang-orang yang beragama Islam yang memerlukan perantaraan Hakim Agama (Islam).
3. Memberi putusan perceraian.
4. Menyatakan bahwa syarat untuk jatuhnya talak yang digantungkan (taklik talak) sudah ada.
5. Perkara mahar (mas kawin), sudah termasuk mut’ah.
6. Perkara tentang keperluan kehidupan suami isteri yang wajib diadakan oleh suami.
Masa Penjajahan Jepang
Pada masa ini, Pengadilan Agama tetap dipertahankan berdasarkan Paraturan Peralihan Pasal 4 Undang-Undang Bala Tentara Jepang (Osamu Saire) tanggal 7 Maret 1942 Nomor 1 yang menyatakan bahwa Pengadilan Agama masuk dalam Departemen Kehakiman (Shihobu) dari Gunseilanbu (nama kabinet waktu itu) dan disebut degan istilah Sooriyo Hooin (Pengadilan Agama dalam istilah Jepang).
Pada masa ini melalui proses penelusuran sejarah dapat diketahui administrasi dari Pengadilan Agama seperti Ketua, Mejelis dan karyawan yang membantu dalam proses persidangan.
Masa Kemerdekaan
Pada saat permulaan Indonesia merdeka Pengadilan Agama berada dibawah Departeman Kehakiman (sekarang Kementerian Kehakiman), dan berdasarkan Penetapan Pemerintah No. 1/SD tanggal 3 Januari 1945 dimana Departemen Agama (sekarang Kementerian Agama) berdiri, maka Pengadilan Agama beralih di bawah Departemen Agama (berdasarkan Penetapan Pemerintah Nomor 5/SD tanggal 25 Maret 1946).
Wilayah yurisdiksi Pengadilan Agama Boyolali
Kabupaten Boyolali terletak pada arah selatan dari Kota Semarang dengan jarak tempuh sepanjang 70 Km. Secara geografis Kabupaten Boyolali berada di bagian tenggara lereng gunung Merapi dan berada pada titik koordinat 7° 28' Lintang Selatan dan garis bujur 107° 48’ Bujur Timur, yang terdiri dari 19 kecamatan dan 150 desa/kelurahan dengan luas wilayah 1.015 Km.
Ketua Pengadilan Agama Boyolali dari tahun 1949 sampai dengan tahun 1955 adalah Ky. Djamaluddin. Kantor Pengadilan Agama Boyolali pada awalnya menempati gedung Departemen Agama (baca Kementerian Agama) yang terletak di Jln. Pandanaran No 67 Boyolali. Perkara yang ditangani oleh Pengadilan Agama Boyolali masih sedikit karena masih banyak perceraian (Cerai Talak) yang dijatuhkan oleh suami tidak dilakukan di muka persidangan Pengadilan Agama Boyolali, namun setelah lahirnya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang berlaku secara efektif, dan sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 maka tugas-tugas Pengadilan Agama menjadi semakin bertambah, perkara-perkara perkawinan diatur dengan jelas, sehingga volume perkara yang diterima di Pengadilan Agama Boyolali meningkat.
Pada tahun 1976 Pengadilan Agama Boyolali yang dipimpin oleh Drs. Ahmad Slamet (Ketua Pengadilan Agama Boyolali dari tahun 1974-1980) telah memiliki gedung tersendiri seluas 348 m², yang terletak di Jln. Perintis Kemerdekaan Boyolali, dibangun diatas tanah seluas 546 m² dari Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali / tanah hak milik Negara dengan status hak pakai sebagaimana tersebut dalam seftifikat Hak Pakai Nomor : 12 tahun 1987.
Pada bulan Juni 2004, Pasca satu atap pengadilan dibawah lembaga Mahkamah Agung khususnya lembaga Peradilan Agama mengalami kemajuan yang signifikan, saat itu yang menjabat Ketua Pengadilan Agama Boyolali Drs. H. Syadzali Musthofa, S.H. (tahun 2003-2007) Pengadilan Agama Boyolali tidak terkecuali, Mahkamah Agung Republik Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan citra Peradilan yang lebih berwibawa dan bermartabat, baik dari segi sarana dan prasarana maupun kualitas sumber daya manusia (SDM), Dan berdasarkan Surat Kepala Badan Urusan Administrasi MA-RI Nomor 42/BUA-PLS-KEP/XII/2006, tanggal 12 Desember 2006 kemudian ditindak lanjuti dengan penandatanganan Berita Acara Serah Terima Gedung lama Pengadilan Negeri Boyolali yang terletak di Jln. Pandanaran No. 167 Boyolali kepada Pengadilan Agama Boyolali pada tanggal 19 September 2007. Pada tahun 2007 melalui DIPA PTA Jawa Tengah gedung lama Pengadilan Negeri Boyolali tersebut direnovasi dan selesai pada bulan Desember 2007. Sehingga secara resmi Pengadilan Agama Boyolali berkantor digedung tersebut sejak bulan Februari 2008.
Pada akhir tahun 2019, Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali melakukan penataan wilayah khususnya di kawasan Simpang Lima Boyolali, dimana berdampak pada gedung kantor Pengadilan Agama Boyolali yang berlokasi di wilayah tersebut. Kemudian setelah dilakukan koordinasi antara Mahkamah Agung, Pengadilan Agama Boyolali dan Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali maka disepakati adanya saling hibah gedung kantor antara Pengadilan Agama Boyolali dan Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali. Sehingga terhitung mulai tanggal 20 Desember 2020, Pengadilan Agama Boyolali menempati gedung baru yang berlokasi di Jln. Solo-Semarang Km. 23 Mojosongo, Boyolali.